Kamis, 14 Mei 2015

contoh makalah studi sejarah kebudayaan islam

MAKALAH
STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam
Pengampu :
2.jpg

Disusun oleh :
Islakhul Qonitah ( 2013114193 )
Rosyidatul Khusna ( 2013114354 )


PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Periodisasi Sejarah Kebudayaan Islam
Menurut Nourouzzaman Shiddiqie, periodisasi sejarah islam dapat disusun sebagai berikut.[1]
1.      Periode Klasik ( 600-1258 )
Periode ini sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai di dudukinya Baghdad oleh Hulagu Khan. Yang menjadi ciri dalam periode ini, dengan mengabaikan adanya dinasti-dinasti yang tumbuh dan tenggelam di masa Dinasti Abbasiyah, kepala negara dijabat oleh seorang dan dianggap sebagai pimpinan tertinggi negara walaupun hanya sekadar simbol.
2.      Periode Pertengahan ( dari jatuhnya Baghdad sampai ke penghujung Abad ke-17 )
Ciri periode ini ialah terpecah belahnya wilayah-wilayah yang dahulu berada di bawah satu kekuasaan Dinasti Umayyah di Andalusia menjadi tiga wilayah, Dinasti Usmaniyyah di Andalusia, Dinasti Mamluk di Mesir dan Dinasti Ilkhan dari Mongol yang berkuasa di Persia.
3.      Periode Modern ( Mulai Abad ke-18 )
Ciri periode ini adalah seluruh wilayah kekuasaan islam, baik langsung ataupun tidak berada dibawah cengkraman penjajahan Barat, Inggris dan Perancis. Di samping itu, dalam periode ini pula bangkitnya semangat nasionalisme ada bangsa-bangsa yang terjajah.[2]
Menurut Ahmad Al-Usairy,dalam At-Tarikh Al-Islami, menyebutkan periodisasi sejarah islam secara lengkap sebagai berikut.
1.      Periode Sejarah Klasik ( Masa Nabi Adam-sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW )
2.      Periode sejarah Rasulullah (570-632 M)
3.      Periode sejarah Khulafa’ur Rasyidin (632-661M)
4.      Periode Pemerintahan Bani Umayyah (661-749 M)
5.      Periode pemerintahan Bani Abbasiyah (749-1258 M)
6.      Periode pemerintahan Mamluk (1250-1517 M)
7.      Periode pemerintahan Usmani ( 1517-1923 M)
8.      Periode Dunia Islam Kontemporer (1922-2000 M).[3]

B.     Perkembangan Kebudayaan Islam pada masa N.Muhammad dan Kulafa’ur Rasyidin
Abu Bakar menjadi khalifah di tahun 632 M, tetapi dua tahun kemudian meninggal dunia. Masanya yang singkat banyak dipergunakan untuk perang riddah, yang ditimbulkan oleh suku-suku Bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada Madinah. Khalid bin Walid adalah jenderal yang banyak jasanya dalam mengatasi perang ini.
Setelah selesai perang, barulah Abu Bakar mulai mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan dapat mengusai Al-Hirah di tahun 634 M. Di samping itu, dikirim pula tentara ke Syiria dibawah pimpinan tiga jenderal; Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah.
            Usaha-usaha ini dilanjutkan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab (634-644 M). Di zamannyalah ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus jatuh ditahun 635 M dan Syiria jatuh kebawah kekuasaan islam. Ekspansi diteruskan ke Mesir dibawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqash dan berhasil ditaklukkan. Al Qadisiyah, Al Madain ibu kota Persia juga berhasil di kuasai. Dengan adanya gelombang ekspansi pertama ini, kekuasaan islam meliputi selain Semenanjung Arabia juga Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir.
            Pada zaman Utsman bin Affan (644-656 M) Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lainnya dapat dikuasai, tetapi hanya sampai sini. Di kalangan umat islam mulai terjadi perpecahan karena masalah pemerintahan dan dalam kekacauan yang timbul akibat Ustman terbunuh.
Sebagai pengganti Ustman, Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah keempat(656-661 M) tetapi mendapat tantangan dari pihak pendukung Utsman, terutama Muawiyah, gubernur Damaskus, dari golongan Thalhah  ini dan Zubair di Makkah dan dari kaum Khawarij. Ali terbunuh dan Muawiyah menjadi khalifah kelima. Muawiyah selanjutnya membentuk Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) dan ekspansi gelombang dua terjadi pada zaman dinasti ini.

C.    Perkembangan Kebudayaan Islam pada masa Umayyah dan Abbasiyah.
a.      Bani Umayyah
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah berumur kurang lebih 90 tahun dan di zaman ini ekspansi yang terhenti di zaman kedua khalifah terakhir dilanjutan.[4]
Khalifah-khalifah besar dari Dinasti Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan(685-705 M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M), Umar bin Al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M).
Daerah-daerah yang dikuasai islam dizaman dinasti ini adalah Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah).
Ekspansi yang dilakukan Dinasti Bani Umayyah inilah yang membuat islam menjadi negara besar di zaman itu, timbullah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru, walaupun Bani Umayyah banyak memusatkan perhatian kepada kebudayaan Arab.
Perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan bahasa Pahlawi ke bahasa Arab dimulai oleh Abdul Malik. Inilah yang mendorong Imam Sibawaih untuk menyusun Al Kitab, yang selanjutnya menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab. Perhatian kepada syair bahasa arab jahiliah kembali dan penyair-penyair Arab baru mulai muncul diantaranya Umar bin Abi Rabi’ah, Jamil Al Udhri.
Perhatian dalam bidang Tafsir, hadist, fiqh, dan ilmu kalam pada zaman ini mulai muncul, dan muncullah nama-nama seperti Hasan Al-Basri, Ibnu Shihab Az-Zuhri. Kufah dan Basrah di Irak menjadi pusat dari kegiatan ilmiah ini.
Masjid-masjid pertama diluar semenanjung Arab juga dibangun. Katedral St. John di Damaskus diubah menjadi masjid, membangun masjid Al-Aqsa. Monumen terbaik yang ditinggalkan pada zaman ini ialah Qubbah As-Sakhr (Dome of the Rock) yang terletak di Al-Quds.
Itulah kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Bani Umayyah. Kekuasaan dan kejayaan dinasti ini mencapai puncaknya di zaman Al-Walid I. Sesudah itu kekuasaan mereka menurun sehingga akhirnya ditumbangkan oleh Bani Abbasiyah di tahun (750 M).

b.      Bani Abbasiyah
Walaupun Abu Al-Abbasiyah (750-754 M) yang mendirikan Dinasti Abbasiyah, tetapi pembangun sebenarnya adalah Al-Mansur (754-775 M). Sebagai khalifah yang baru musuh-musuh ingin menjatuhkannya sebelum ia bertambah kuat, terutama golongan Bani Umayyah, golongan Khawarij, bahkan juga kaum syi’ah. Kaum syi’ah melihat bahwa Bani Abbasiyah memonopoli kekuasaan mulai mengambil sikap menentang.[5] Ia mendirikan Ibu Kota baru sebagai ganti Damaskus, Baghdad didirikan di dekat bekas Ibu Kota Persia, Chresipon tahun 762 M. Dalam bidang pemerintahan Al Mansur mengangkat wazir yang membawahi kepala-kepala Departemen, ia memilih Khalid bin Barmak dari Balkh di Persia.
Al-Mahdi (775-785 M) menggantikan Al-Mansur. Di masa pemerintahannya, perekonomian mulai meningkat. Pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi dan penghasilan beras, gandum, kurma, zaitun bertambah. Hasil pertambangan juga berkembang. Demikian pula dengan transit antara Timur dan Barat, Basrah menjadi pelabuhan yang penting.
Pada zaman Harun Ar-Rasyid (785-809 M) mencapai zaman keemasan. Ia mendirikan rumah sakit, pendidikan dokter dan membangun farmasi. Disamping itu, pemandian-pemandian juga didirikan, Buku- buku ilmu pengetahuan dan filsafat didatangkan dari Bizantium dan diterjemahkan kedalam bahasa arab. Harun Ar-Rasyid merupakan raja terbesar di zaman itu.
Anaknya Al-Makmun (813-833 M) meningkatkan perhatian pada ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Al-Makmun mendirikan Bait Al-Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan akademi yang mempunyai perpustakaan. Diantara cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan dalam Bait Al-Hikmah ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografia, fisika, astronomi dan sejarah disamping filsafat. Sekolah-sekolah juga didirikan. Pada pemerintahannya Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Khalifah yang paling terakhir dari Dinasti Abbasiyah adalah Al-Mu’tashim Billah (1242-1258 M). Di masa pemerintahannya Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan dari Mongol tahun 1258 M.
Perbedaan kedua Dinasti tersebut, jika Bani Umayyah merupakan masa ekspansi daerah kekuasaan islam. Bani Abbasiyah addalah masa pembentukan dan perkembangan kebudayaan dan peradaban islam, pada masa ini pula terjadi kontak antara islam dengan kebudayaan barat atau dengan Yunani Klasik yang terdapat di Mesir, Syiria, Mesopotamia dan Persia. Kontak dengan kebudayaan Barat itu membawa masa yang gemilang bagi islam.
Dalam bidang ilmu pengetahuan terkenal nama Al-Fazari sebagai astronom islam. Dalam optika, Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Haitam. Dalam ilmu kimia, dikenal Jabir Ibnu Hayyan sebagai bapak kimia dan Abu Bakar Zakaria Ar-Razi. Dalam bidang fisika, Abu Raihan Muhammad Al-Baituni. Geografi tokoh nya Abu Al Hasan Ali Mas’ud. Yang terbesar dalam bidang kedokteran dan filsafat. Dalam ilmu kedokteran dikenal Ar-Razi dan menulis buku tentang penyakit cacar dan campak serta bukunya Al Hawi. Ibnu Sina (980-1037 M) selain filsuf juga seorang dokter yang menulis ensiklopedia Al-Qanun fi Ath-Thib (Canon of Medicine) dan Asy Syifa. Kemudian dalam bidang filsafat, nama-nama Al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd sangat terkenal. Al Farabi menulis buku-buku dalam bidang filsafat, logika, kenegaraan, etika dan interpretasi tentang filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd atau Avveros lah yang banyak berpengaruh di Eropa dalam bidang filsafat, sehingga terdapat aliran yang disebut Averroisme.
Pada periode ini pulalah ilmu-ilmu yang bersangkutan dengankeagamaan dalam islam disusun. Dalam bidang hadits, tekenal nama Imam Muslim dan Imam Bukhari abad IX, dalam bidang fiqih atau hukum islam nama Malik bin Anas, Asy-Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal, At-Tabari dalam bidang Tafsir, dalam bidang sejarah dikenal Ibnu Hisyam, dan sebagainya.
Perguruan tinggi yang didirikan di zaman ini antara lain Bait Al Khikmah di Baghdad dan Al-Azhar di Kairo. Begitupun dalam bidang arsitek dan seni mewujudkan gedung, masjid dan lukisan yang indah.
D.    Perkembangan Kebudayaan Islam pada masa tiga kerajaan besar
Tiga kerajaan besar yang dimaksud adalah Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India.[6]
Sultan Muhammad Al Fatih (1451-1481 M) dari Kerajaan Usmani mengalahkan kerajaan Bizantium dengan menduduki Istanbul ditahun 1453 M. Di masa kejayaannya daerah kekuasaan kerajaan Usmani mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz serta Yaman di Asia, Mesir, Libiia Tunis serta Aljazair di Afrika dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa. Pada abad ke-17 M timbul pemberontakan, seperti di Syiria, Lebanon. Di samping itu, terjadi pula peperangan dengan negara-negara tetangga seperti Venitia (1645-1664 M). Sultan-sultan di bawah kekuasaan Harem. Sementara di Eropa juga mulai timbul negara-negara yang kuat, sedangkan Rusia di bawah Peter yang Agung telah berubah pula menjadi negara maju. Dalam peperangan dengan negara-negara ini kerajaan Usmani mengalami kekalahan dan daerahnya di Eropa mulai diperkecil. Sehingga akhirnya, Kerajaan Usmani lenyap dan sebagai gantinya timbul Republik Turki di tahun 1924.[7]
Di Persia, muncul satu dinasti baru yang beraliran syi’ah kemudian menjadi sebuah kerajaan besar. Dinasti ini berasal dari seorang Sufi Syeikh Safiuddin (1252-1334 M) dari Ardabil diAzerbaijan. Cucunya Syah Ismail dapat mengalahkan dinasti-dinasti lain, hingga akhirnya Dinasti Safawi dapat menguasai daerah Persia. Di antara sultan-sultan besar yaitu dari Syah Ismail(1500-1524 M), Syah Tahmasp (1524-1576 M), Syah Abbasiyah (1557-1629 M).
Kerajaan Safawi mendapat  serangan dari Raja Afghan yang berfaham Sunni kemudian membentuk Dinasti Zand, tetapi ditentang oleh Dinasti Qajar dan akhirnya dapat mengalahkan Dinasti Zand.
Kerajaan Mungol di India didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M). Lahore jatuh dibawah kekuasaannya di tahun 1523 M dan tahun 1527 India Tengah dapat dikuasai.
Gedung-gedung bersejarah yang ditinggalkan periode ini antara lain Taj Mahal di Agra, Benteng Merah, masjid-masjid, istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Ketika India yang kemudian menjadi jajahan Inggris, kekuatan militer dan politik islam semakin menurun. Perdagangan dan ekonomi islam juga jatuh dengan hilangnya monopoli dagang antara Timur dan Barat dari tangan mereka. Ilmu pengetahuan dalam keadaan stagnansi.
Akhirnya Napoleon tahun 1798 M berhasil menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat islam terpenting. Kejadian ini menyadarkan umat islam bahwa di Barat telah timbul peradaban islam, dan merupakan ancaman bagi hidup islam sendiri.
E.     Perkembangan Kebuudayaan Islam pada Masa Modern (1800 M-Sekarang)
Periode ini merupakan zaman kebangkitan islam. Ekspdisi Napoleon berakhir tahun 1801 M, membuka mata dunia islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat. Raja dan pemuka islam mulai berpikir dan mencari jalan untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan yang telah puncang dan membahayakan bagi islam.[8]
Kontak islam dengan Barat sekarang sangat berlainan sekali dengan kontak islam dengan Barat ketika periode klasik. Pada periode klasik, islam sangat gemilang dan Barat sedang berada dalam kegelapan. Sedangkan pada masa modern ini, keadaan menjadi sebaliknya, islam tampak dalam kegelapan dan Barat tampak gemilang. Oleh karena itu, pada masa kini yang terjadi justru sebaliknya islam yang justru ingin belajar dari Barat, lantaran kemajuan-kemajuan bangsa-bangsa Barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban.
Dengan demikian, timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaruan atau modernisasi dalam islam. Pemuka-pemuka islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya membuat islam kembali maju sebagaimana pada periode klasik. Usaha-usaha kearah itu pun mulai dijalankan di kalangan umat islam. Akan tetapi Barat juga semakin tambah maju.
Beberapa tokoh pembaru di kalangan dunia islam diantaranya : Muhammad bin Abdul Wahab di Arabia, Muhammad Abduh, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir, dan masih banyak lagi yang lainnya.




[1] Drs. Nourouzzaman Shiddiqie, M.A, Pengantar Sejarah Muslim, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1983, hlm.68
[2] Ibid
[3] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Terjemahan dari At-Tarikh Al-Islami), cetakan keempat, Jakarta: Akbar, 2006, hlm. 4-8
[4] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, op.cit.
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, I.
[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I.
[7] Harun Nasution, ibid.
[8] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar