MAKALAH
STUDI SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam
Pengampu
:
Disusun
oleh :
Islakhul
Qonitah ( 2013114193 )
Rosyidatul
Khusna ( 2013114354 )
PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH DAN
EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Periodisasi Sejarah Kebudayaan Islam
Menurut Nourouzzaman Shiddiqie,
periodisasi sejarah islam dapat disusun sebagai berikut.[1]
1. Periode Klasik ( 600-1258 )
Periode
ini sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai di dudukinya Baghdad oleh Hulagu
Khan. Yang menjadi ciri dalam periode ini, dengan mengabaikan adanya
dinasti-dinasti yang tumbuh dan tenggelam di masa Dinasti Abbasiyah, kepala
negara dijabat oleh seorang dan dianggap sebagai pimpinan tertinggi negara
walaupun hanya sekadar simbol.
2. Periode Pertengahan ( dari jatuhnya
Baghdad sampai ke penghujung Abad ke-17 )
Ciri
periode ini ialah terpecah belahnya wilayah-wilayah yang dahulu berada di bawah
satu kekuasaan Dinasti Umayyah di Andalusia menjadi tiga wilayah, Dinasti
Usmaniyyah di Andalusia, Dinasti Mamluk di Mesir dan Dinasti Ilkhan dari Mongol
yang berkuasa di Persia.
3. Periode Modern ( Mulai Abad ke-18 )
Ciri periode ini adalah seluruh wilayah
kekuasaan islam, baik langsung ataupun tidak berada dibawah cengkraman
penjajahan Barat, Inggris dan Perancis. Di samping itu, dalam periode ini pula
bangkitnya semangat nasionalisme ada bangsa-bangsa yang terjajah.[2]
Menurut
Ahmad Al-Usairy,dalam At-Tarikh Al-Islami, menyebutkan periodisasi sejarah
islam secara lengkap sebagai berikut.
1. Periode Sejarah Klasik ( Masa Nabi
Adam-sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW )
2. Periode sejarah Rasulullah (570-632 M)
3. Periode sejarah Khulafa’ur Rasyidin
(632-661M)
4. Periode Pemerintahan Bani Umayyah
(661-749 M)
5. Periode pemerintahan Bani Abbasiyah
(749-1258 M)
6. Periode pemerintahan Mamluk (1250-1517
M)
7. Periode pemerintahan Usmani ( 1517-1923
M)
8. Periode Dunia Islam Kontemporer
(1922-2000 M).[3]
B. Perkembangan Kebudayaan Islam pada masa
N.Muhammad dan Kulafa’ur Rasyidin
Abu Bakar menjadi khalifah di tahun 632
M, tetapi dua tahun kemudian meninggal dunia. Masanya yang singkat banyak
dipergunakan untuk perang riddah, yang ditimbulkan oleh suku-suku Bangsa Arab
yang tidak mau tunduk lagi kepada Madinah. Khalid bin Walid adalah jenderal
yang banyak jasanya dalam mengatasi perang ini.
Setelah
selesai perang, barulah Abu Bakar mulai mengirim kekuatan ke luar Arabia.
Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan dapat mengusai Al-Hirah di tahun 634 M. Di
samping itu, dikirim pula tentara ke Syiria dibawah pimpinan tiga jenderal; Amr
bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah.
Usaha-usaha ini dilanjutkan oleh
khalifah kedua, Umar bin Khattab (634-644 M). Di zamannyalah ekspansi pertama
terjadi, kota Damaskus jatuh ditahun 635 M dan Syiria jatuh kebawah kekuasaan
islam. Ekspansi diteruskan ke Mesir dibawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqash dan
berhasil ditaklukkan. Al Qadisiyah, Al Madain ibu kota Persia juga berhasil di
kuasai. Dengan adanya gelombang ekspansi pertama ini, kekuasaan islam meliputi
selain Semenanjung Arabia juga Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir.
Pada zaman Utsman bin Affan (644-656
M) Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lainnya dapat dikuasai, tetapi hanya
sampai sini. Di kalangan umat islam mulai terjadi perpecahan karena masalah
pemerintahan dan dalam kekacauan yang timbul akibat Ustman terbunuh.
Sebagai pengganti Ustman, Ali bin Abi
Thalib menjadi khalifah keempat(656-661 M) tetapi mendapat tantangan dari pihak
pendukung Utsman, terutama Muawiyah, gubernur Damaskus, dari golongan
Thalhah ini dan Zubair di Makkah dan
dari kaum Khawarij. Ali terbunuh dan Muawiyah menjadi khalifah kelima. Muawiyah
selanjutnya membentuk Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) dan ekspansi gelombang
dua terjadi pada zaman dinasti ini.
C. Perkembangan Kebudayaan Islam pada masa
Umayyah dan Abbasiyah.
a. Bani Umayyah
Dinasti
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah berumur kurang lebih 90 tahun dan di zaman
ini ekspansi yang terhenti di zaman kedua khalifah terakhir dilanjutan.[4]
Khalifah-khalifah
besar dari Dinasti Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M),
Abdul Malik bin Marwan(685-705 M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M), Umar
bin Al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M).
Daerah-daerah
yang dikuasai islam dizaman dinasti ini adalah Spanyol, Afrika Utara, Syiria,
Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afghanistan,
Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah).
Ekspansi
yang dilakukan Dinasti Bani Umayyah inilah yang membuat islam menjadi negara
besar di zaman itu, timbullah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang
baru, walaupun Bani Umayyah banyak memusatkan perhatian kepada kebudayaan Arab.
Perubahan
bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan bahasa Pahlawi ke bahasa Arab
dimulai oleh Abdul Malik. Inilah yang mendorong Imam Sibawaih untuk menyusun Al
Kitab, yang selanjutnya menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab. Perhatian
kepada syair bahasa arab jahiliah kembali dan penyair-penyair Arab baru mulai
muncul diantaranya Umar bin Abi Rabi’ah, Jamil Al Udhri.
Perhatian
dalam bidang Tafsir, hadist, fiqh, dan ilmu kalam pada zaman ini mulai muncul,
dan muncullah nama-nama seperti Hasan Al-Basri, Ibnu Shihab Az-Zuhri. Kufah dan
Basrah di Irak menjadi pusat dari kegiatan ilmiah ini.
Masjid-masjid
pertama diluar semenanjung Arab juga dibangun. Katedral St. John di Damaskus
diubah menjadi masjid, membangun masjid Al-Aqsa. Monumen terbaik yang ditinggalkan
pada zaman ini ialah Qubbah As-Sakhr (Dome of the Rock) yang terletak di
Al-Quds.
Itulah
kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Bani Umayyah. Kekuasaan dan
kejayaan dinasti ini mencapai puncaknya di zaman Al-Walid I. Sesudah itu
kekuasaan mereka menurun sehingga akhirnya ditumbangkan oleh Bani Abbasiyah di
tahun (750 M).
b. Bani Abbasiyah
Walaupun
Abu Al-Abbasiyah (750-754 M) yang mendirikan Dinasti Abbasiyah, tetapi
pembangun sebenarnya adalah Al-Mansur (754-775 M). Sebagai khalifah yang baru musuh-musuh
ingin menjatuhkannya sebelum ia bertambah kuat, terutama golongan Bani Umayyah,
golongan Khawarij, bahkan juga kaum syi’ah. Kaum syi’ah melihat bahwa Bani
Abbasiyah memonopoli kekuasaan mulai mengambil sikap menentang.[5] Ia
mendirikan Ibu Kota baru sebagai ganti Damaskus, Baghdad didirikan di dekat
bekas Ibu Kota Persia, Chresipon tahun 762 M. Dalam bidang pemerintahan Al
Mansur mengangkat wazir yang membawahi kepala-kepala Departemen, ia memilih
Khalid bin Barmak dari Balkh di Persia.
Al-Mahdi
(775-785 M) menggantikan Al-Mansur. Di masa pemerintahannya, perekonomian mulai
meningkat. Pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi dan penghasilan
beras, gandum, kurma, zaitun bertambah. Hasil pertambangan juga berkembang.
Demikian pula dengan transit antara Timur dan Barat, Basrah menjadi pelabuhan
yang penting.
Pada
zaman Harun Ar-Rasyid (785-809 M) mencapai zaman keemasan. Ia mendirikan rumah
sakit, pendidikan dokter dan membangun farmasi. Disamping itu,
pemandian-pemandian juga didirikan, Buku- buku ilmu pengetahuan dan filsafat
didatangkan dari Bizantium dan diterjemahkan kedalam bahasa arab. Harun
Ar-Rasyid merupakan raja terbesar di zaman itu.
Anaknya
Al-Makmun (813-833 M) meningkatkan perhatian pada ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu, Al-Makmun mendirikan Bait Al-Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan akademi
yang mempunyai perpustakaan. Diantara cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan
dalam Bait Al-Hikmah ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografia,
fisika, astronomi dan sejarah disamping filsafat. Sekolah-sekolah juga
didirikan. Pada pemerintahannya Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
Khalifah yang paling terakhir dari
Dinasti Abbasiyah adalah Al-Mu’tashim Billah (1242-1258 M). Di masa
pemerintahannya Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan dari Mongol tahun 1258 M.
Perbedaan kedua Dinasti tersebut, jika
Bani Umayyah merupakan masa ekspansi daerah kekuasaan islam. Bani Abbasiyah
addalah masa pembentukan dan perkembangan kebudayaan dan peradaban islam, pada
masa ini pula terjadi kontak antara islam dengan kebudayaan barat atau dengan
Yunani Klasik yang terdapat di Mesir, Syiria, Mesopotamia dan Persia. Kontak
dengan kebudayaan Barat itu membawa masa yang gemilang bagi islam.
Dalam bidang ilmu pengetahuan terkenal
nama Al-Fazari sebagai astronom islam. Dalam optika, Abu Ali Al-Hasan Ibnu
Al-Haitam. Dalam ilmu kimia, dikenal Jabir Ibnu Hayyan sebagai bapak kimia dan Abu
Bakar Zakaria Ar-Razi. Dalam bidang fisika, Abu Raihan Muhammad Al-Baituni.
Geografi tokoh nya Abu Al Hasan Ali Mas’ud. Yang terbesar dalam bidang
kedokteran dan filsafat. Dalam ilmu kedokteran dikenal Ar-Razi dan menulis buku
tentang penyakit cacar dan campak serta bukunya Al Hawi. Ibnu Sina (980-1037 M)
selain filsuf juga seorang dokter yang menulis ensiklopedia Al-Qanun fi
Ath-Thib (Canon of Medicine) dan Asy Syifa. Kemudian dalam bidang filsafat,
nama-nama Al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd sangat terkenal. Al Farabi
menulis buku-buku dalam bidang filsafat, logika, kenegaraan, etika dan
interpretasi tentang filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd atau Avveros lah yang
banyak berpengaruh di Eropa dalam bidang filsafat, sehingga terdapat aliran
yang disebut Averroisme.
Pada periode ini pulalah ilmu-ilmu yang
bersangkutan dengankeagamaan dalam islam disusun. Dalam bidang hadits, tekenal
nama Imam Muslim dan Imam Bukhari abad IX, dalam bidang fiqih atau hukum islam
nama Malik bin Anas, Asy-Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal, At-Tabari
dalam bidang Tafsir, dalam bidang sejarah dikenal Ibnu Hisyam, dan sebagainya.
Perguruan tinggi yang didirikan di zaman
ini antara lain Bait Al Khikmah di Baghdad dan Al-Azhar di Kairo. Begitupun
dalam bidang arsitek dan seni mewujudkan gedung, masjid dan lukisan yang indah.
D. Perkembangan Kebudayaan Islam pada masa
tiga kerajaan besar
Tiga kerajaan besar yang dimaksud adalah
Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di
India.[6]
Sultan Muhammad Al Fatih (1451-1481 M)
dari Kerajaan Usmani mengalahkan kerajaan Bizantium dengan menduduki Istanbul
ditahun 1453 M. Di masa kejayaannya daerah kekuasaan kerajaan Usmani mencakup
Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz serta Yaman di Asia, Mesir, Libiia
Tunis serta Aljazair di Afrika dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania,
Hongaria dan Rumania di Eropa. Pada abad ke-17 M timbul pemberontakan, seperti
di Syiria, Lebanon. Di samping itu, terjadi pula peperangan dengan
negara-negara tetangga seperti Venitia (1645-1664 M). Sultan-sultan di bawah
kekuasaan Harem. Sementara di Eropa juga mulai timbul negara-negara yang kuat,
sedangkan Rusia di bawah Peter yang Agung telah berubah pula menjadi negara
maju. Dalam peperangan dengan negara-negara ini kerajaan Usmani mengalami
kekalahan dan daerahnya di Eropa mulai diperkecil. Sehingga akhirnya, Kerajaan
Usmani lenyap dan sebagai gantinya timbul Republik Turki di tahun 1924.[7]
Di Persia, muncul satu dinasti baru yang
beraliran syi’ah kemudian menjadi sebuah kerajaan besar. Dinasti ini berasal
dari seorang Sufi Syeikh Safiuddin (1252-1334 M) dari Ardabil diAzerbaijan. Cucunya
Syah Ismail dapat mengalahkan dinasti-dinasti lain, hingga akhirnya Dinasti
Safawi dapat menguasai daerah Persia. Di antara sultan-sultan besar yaitu dari
Syah Ismail(1500-1524 M), Syah Tahmasp (1524-1576 M), Syah Abbasiyah (1557-1629
M).
Kerajaan Safawi mendapat serangan dari Raja Afghan yang berfaham Sunni
kemudian membentuk Dinasti Zand, tetapi ditentang oleh Dinasti Qajar dan
akhirnya dapat mengalahkan Dinasti Zand.
Kerajaan Mungol di India didirikan oleh
Zahiruddin Babur (1482-1530 M). Lahore jatuh dibawah kekuasaannya di tahun 1523
M dan tahun 1527 India Tengah dapat dikuasai.
Gedung-gedung
bersejarah yang ditinggalkan periode ini antara lain Taj Mahal di Agra, Benteng
Merah, masjid-masjid, istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Ketika India yang kemudian menjadi
jajahan Inggris, kekuatan militer dan politik islam semakin menurun.
Perdagangan dan ekonomi islam juga jatuh dengan hilangnya monopoli dagang
antara Timur dan Barat dari tangan mereka. Ilmu pengetahuan dalam keadaan
stagnansi.
Akhirnya Napoleon tahun 1798 M berhasil
menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat islam terpenting. Kejadian ini
menyadarkan umat islam bahwa di Barat telah timbul peradaban islam, dan
merupakan ancaman bagi hidup islam sendiri.
E. Perkembangan Kebuudayaan Islam pada Masa
Modern (1800 M-Sekarang)
Periode ini merupakan zaman kebangkitan
islam. Ekspdisi Napoleon berakhir tahun 1801 M, membuka mata dunia islam,
terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat islam di samping
kemajuan dan kekuatan Barat. Raja dan pemuka islam mulai berpikir dan mencari
jalan untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan yang telah puncang dan
membahayakan bagi islam.[8]
Kontak islam dengan Barat sekarang
sangat berlainan sekali dengan kontak islam dengan Barat ketika periode klasik.
Pada periode klasik, islam sangat gemilang dan Barat sedang berada dalam
kegelapan. Sedangkan pada masa modern ini, keadaan menjadi sebaliknya, islam
tampak dalam kegelapan dan Barat tampak gemilang. Oleh karena itu, pada masa
kini yang terjadi justru sebaliknya islam yang justru ingin belajar dari Barat,
lantaran kemajuan-kemajuan bangsa-bangsa Barat dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi serta peradaban.
Dengan demikian, timbullah apa yang
disebut pemikiran dan aliran pembaruan atau modernisasi dalam islam.
Pemuka-pemuka islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya membuat
islam kembali maju sebagaimana pada periode klasik. Usaha-usaha kearah itu pun
mulai dijalankan di kalangan umat islam. Akan tetapi Barat juga semakin tambah
maju.
Beberapa tokoh pembaru di kalangan dunia
islam diantaranya : Muhammad bin Abdul Wahab di Arabia, Muhammad Abduh,
Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir, dan masih banyak lagi
yang lainnya.